Pasalnya, tak sedikit korban tertipu karena ceroboh memberikan data pribadi karena dikirimi surat pemberitahuan palsu seperti perubahan tarif.
Tak hanya modus surat pemberitahuan perubahan tarif bank, aksi penipuan tersebut berkembang jadi penawaran nasabah prioritas, layanan konsumen bodong, dan biaya administrasi lainnya.
Modus-modus di atas termasuk ke dalam modus Social Enginering atau lebih dikenal Soceng.
“Social Engineering atau Soceng adalah modus dengan cara memanipulasi psikologis korban sehingga korban secara tidak sadar memberikan informasi data pribadi atau akses yang diinginkan pelaku,” kata BSSN RI melalui unggahan di akun Instagram @bssn_ri.
Modus pemberitahuan tersebut dapat dikirim melalui surat elektronik, chat, Direct Message (DM) atau surat yang meminta korban untuk mengisi sebuah formulir dengan data-data pribadi.
Ketika korban mengisi formulir dengan data pribadi dan mengirimkannya kepada pelaku, maka penipu memiliki akses dan data untuk menguras isi rekening korban.
Tak hanya soal rekening bank, Soceng juga mulai menyasar akun-akun media sosial untuk diambil alih dengan cara yang sama.
Biasanya, pelaku akan mengirimkan chat, surat elektronik, atau DM yang memberitahukan bahwa akun akan diblokir.
Untuk menghindari blokir, korban diminta mengisi formulir aduan berisi data-data pribadi yang nantinya digunakan untuk mengambil alih akun media sosialnya.
Badan Siber dan Sandi Negara memberikan beberapa tips untuk menghindari aksi penipun dengan modus Soceng, yakni:
- Ketahui cara bertransaksi yang benar, dapatkan update info hanya dari kanal resmi yang disediakan.
- Hanya menghubungi atau merespons melalui kanal resmi yang disediakan penyedia layanan terkait.
- Menjaga kerahasiaan data pribadi seperti nomor kartu kredit/debit, masa berlaku, PIN atau kata sandi, dan semacamnya
- Tidak memberikan kode OTP kepada siapa pun.


